Saturday, September 22, 2007

Jalan Panjang ke Amerika

Pagi subuh jam 5.30 (21 September 2007) alarm sudah membangunkan. Asti juga terbangung mengingatkan untuk segera mandi. This is a big day. Hari ini akan berangkat ke New York untuk melanjutkan Fellowship di Kantor United Nations. Pesawat dari Jakarta sebenarnya jam 12.45 sore tapi ingin lebih cepat ada di bandara karena sedikit trauma dengan kejadian naas beberapa hari lalu. Just in case ada apa-apa, ada lebih banyak waktu untuk berpikir dan bertindak.

Perjalanan menggunakan taksi Kosti Jaya dengan Pak Sopir yang sangat baik. Beliau orang Padang yang sudah puluhan tahun di Jakarta. Perjalanan menyenangkan, lancar dan tidak semahal menggunakan Blue Bird. Ini kenyataan. Tiba di bandara jauh lebih awal dari seharusnya, ternyata counter Thai Airways baru buka jam 10 pagi. Tidak apa-apa, lebih baik menunggu daripada ditunggu. Sebelum counter dibuka, sempat juga mengurus bebas fiskal dan iseng-iseng mencoba validasi visa. Maklum, kejadian naas beerapa hari lalu membuat sedikit waspada. "Tidak ada masalah", kata bapak di counter penerbangan China yang ditanyai. Semoga saja demikian.

Tepat jam 10 pagi counter dibuka dan singkat cerita semua beres. Perjalanan dilanjutkan ke imigrasi dan semua lancar. Astungkara, tidak ada masalah. Technically aku sudah keluar dari Indonesia dan Amerika di depan mata.

Sambil menunggu boarding sempat juga menelpon Lita lewat Kadek dan Mbak Komang. Seperti biasa, Lita bicara singkat saja menirukan apa yang diminta Kedek. ”Ayah hati-hati ya!” begitu terdengar suara di seberang. Sangat menyentuh. Sebulan bersama Lita merupakan masa-masa yang berkesan. Kesannya tentu saja tidak semua baik. Ada kesal dan ada marah juga. Maklum, Lita sudah besar, sudah bisa membantah dan bandelnya tidak ketulungan. Tapi ini adalah cerita lain. Sebulan bersama setidaknya mengobati rasa bersalah meninggalkan keluarga 5 bulan di Australia. I miss Lita and Asti already.

Di pesawat duduk sendiri, perjalanan ke Bagkok terasa cepat. Yang ditunggu-tunggu adalah snack khas Thailand yang sangat gurih. I love it. Sore tiba di Bangkok dan sempat juga cek email di Bandara Svarnabhumi. 100 Bath (30 ribu) untuk 20 menit, lumayan. Banyak berita dari teman dan kolega lain yang harus ditanggapi. Semua berita menyenangkan. Ada email juga dari Francois untuk janjian ketemu di NYC tanggal 25 September 2007.

Malam hari menghabiskan waktu di Hotel Novotel yang tidak jauh dari bandara. Hotelnya mewah, bintang 4. Makan malam ternyata harus bayar sendiri, tapi tidak begitu mahal. Harga satu porsi makan malam tidak sampai 50 ribu jika dirupiahkan. Menjelang tidur sempat juga melanjutkan cek dan balas email sambil melihat beberapa hal di internet. Ada kejadian menarik, bertemu dengan Hans, orang Austria yang beristrikan orang Australia. Terjadi percakapan yang cukup lama dan dia tertarik dengan penelitian yang sedang aku lakukan.

Ketika malam agak larut, masih sempat memesan jus jambu dan buah segar. Ini yang menarik di Bangkok. Buahnya segar dan enak. Lepas itu, tidur karena besok harus bangun jam 3 pagi. Pesawat akan terbang jam 6.00 dari Bangkok ke Tokyo (Narita).

Deringan wake up call cukup mengejutkan, pertanda saatnya bangun dan bersiap-siap. Mandi, berpakaian dan minum jus sisa semalam dilakukan dengan cepat sebelum chek out. Semua lancar, ada mobil yang mengantar sampai bandara. Selamat tinggal Bangkok, suatu saat pasti kembali lagi.

Perjalanan ke Tokyo menggunakan Northwest, duduk di sebelah Glenn, orang asli Meneapolis yang sedang ada bisnis di Bangkok. Saat seperti ini jadi ingat MacGyver yang besar di Minnesota (State-nya Minneapolis). Perjalanan menyenangkan karena dipenuhi obrolan yang menarik. Satu nasihatnya yang aku ingat ”Do not think that everybody in the US are like our customs”. Memang petugas imigrasi Amerika terkenal sangat ketat dan cenderung galak. Enam jam kemudian tiba di Bandara Narita, Tokyo tapi sayang tidak sempat keluar karena memang hanya untuk transit.

Waktu sangat cepat (hanya satu jam) dan tiba-tiba sudah harus di pesawat lagi. Kali ini perjalanan akan sangat panjang. Sepuluh jam non-stop dari Tokyo ke Minneapolis (Minnesota). Di sebelah kiri adalah Isaac, orang China yang sudah belasan tahun di Amerika dan di sebelah kanan adalah Chisato, orang Jepang yang akan mengikuti konferensi di San Antonio. Dia seorang Geophysicist. Terjadi obrolan menarik dengan keduanya. Isaac yang orang China sangat tidak suka tanah kelahirannya dan sangat American, sementara Chisato sangat bersahaja dengan Bahasa Inggris yang pas-pasan. Menarik juga, dengan Bahasa Inggris selevel itu dia akan presentasi di San Antonio. Begitulah, international conference tidak selalu dipenuhi presenter-presenter ulung.

Sepuluh jam berlalu dengan lancar. Beberapa film terlewatkan dan beberapa hidangan dilahap dengan tidak ragu. Menariknya, berangkat dari jepang menjelang malam dan gelap hanya sebentar kemudian matahari sudah muncul lagi ketika mendekati Amerika. Ketika tiba di Mineapolis, waktu menunjukkan pukul 11.30 pagi hari dan artinya di Indonesia masih tengah malam waktu yang sama. Dua belas jam perbedaannya. Ketika secara biologis tubuh sedang membutuhkan istirahat, hari terang dan kantuk terusir pergi.

Memasuki wilayah Amerika memang terasa berbeda. Setidaknya itu yang terjadi ketika melihat wajah-wajah customs Amerika yang tegang dan dingin. Tubuh mereka yang tinggi besar dan seragam biru tua menambah seram penampilannya. Dalam antrian, diam-diam terbayang film Mr. Bean ketika dia ke Amerika sebagai ahli lukisan. Terbayang bagaimana Mr. Bean mempermainkan customs Amerika. Tapi kali ini, suasananya berbeda. Tidak ada yang lucu sama sekali.

Entah karena aku orang Indonesia, entah karena akan bekerja di United Nations, aku dibawa ke ruangan khusus untuk melengkapi registrasi dan sedikit wawancara. Semuanya formal tetapi tidak begitu tegang. Mungkin karena yang mewawancarai seorang perempuan. Setelah mengisi beberapa formulir, menunjukkan surat dari UN dan menjawab serangkaian pertanyaan, semua beres dan dipersilahkan keluar. Kini saatnya menghadapi pemeriksaan bagasi. Aku, seperti dinasihatkan banyak orang, mendeklarasi semua yang kira-kira mencurigakan seperti minyak Bokashi, buah mangga yang dibawa dari Bangkok dan obah luka yang tidak jadi dikirim ke Sydney. Ternyata prosesnya sangat mudah, petugas tidak memeriksa tas, hanya bertanya satu dua pertanyaan kemudian mempersilahkan keluar. Hm, tidak seseram yang dibayangkan.

Kini harus sabar menunggu di Bandara St. Paul Mineapolis karena keberangkatan ke NYC masih sekitar 6 jam lagi. Pesawat ke NYC (Bandara JFK) akan terbang jam 7 malam dan tiba di sana jam 10.51 malam. Sambil menunggu, mencoba menikmati bandara dan orang-orang yang berlalu lalang. Sempat juga mengambil foto di bandara yang akan menjadi foto pertama kali di United States of America. Sebuah foto bersejarah, betatapun sederhananya.

Sambil menunggu waktu terbang, aku sempatkan menuliskan catatan perjalanan ini lalu tidur sejenak menunggu saat boarding tiba. Tidur dalam keadaan tegang ternyata tidak tenang. Tegang karena akan berangkat lagi sehingga takut tertinggal pesawat sementara di satu sisi, tubuh masih menganggap ini malam hari sehingga menuntut tidur. Sejenak tidur dan bangun lagi, begitu seterusnya sampai kemudian memutuskan untuk cek email saja.

Berbeda dengan Bandara Sydney, di sini tidak ada internet gratis di bandara. Semua bayar dan lumayan mahal, 15 menit seharga $5. Aku yang tidak memiliki uang kecil memasukkan lembaran 20 dolar ke mesin internet sehingga mendapat jatah satu jam. Lumayan untuk mengusir kebosanan. Surprise! Email gadjahmada.edu dan gmail tidak bisa dibuka. Aneh sekali. Terpaksa menulis email dari webmail ugm.ac.id untuk beberapa orang di Indonesia. Yang menarik lainnya adalah ketika mencoba mengunjungi blog pribadi. ”Website ini mengandung isi yang terlarang sehingga tidak bisa dikunjungi” kira-kira begitu error message yang muncul. Aku merasa aneh sekaligus heran. Hebat bener, blogku bisa di-ban oleh Amerika. Berarti aku orang terkenal. Tapi itu awalnya. Setelah mencoba beberapa blog lain di blogspot ternyata satupun tidak ada yang bisa dibuka. Oh jadi ini masalah blogspot, bukan blogku saja. Akhirnya waktu satu jam berlalu tanpa bisa melakukan hal berarti. Meng-update website di UGM pun tidak bisa.

Hampir jam 7 malam, penumpang mulai dipanggil masuk pesawat. Aku sudah tertidur beberapa menit setelah menempati kursi penumpang. Maklum, badan lelah sekali dan ngantuk datang menyerang. Tidak disangka, pesawat ditunda keberangkatannya dan tidak tanggung-tanggung, sampai dua kali. Penumpang nampak kecewa tetapi tidak bisa berbuat banyak karena sudah di pesawat. Aku merasa beruntung diserang rasa kantuk sehingga tidak sempat menikmati keterlambatan pesawat.

Setelah hampir sejam terlambat, pesawatpun akhirnya bertolak dari Mineapolis ke New York. Perjalanan yang cukup singkat dibangdingkan sebelumnya, jam 11 lebih 20 menit sudah mendarat di Bandara JFK. Sambil terkantuk-kantuk, aku berusa mencari 2 koper di baggage claim. Saat masih bingung seperti orang hilang, seorang perempuan mendekati dan menyapa ”Andi ya?”. Ternyata Ibu Endang, pemilik rumah di mana aku akan tinggal, sudah ada di bandara untuk menjemput. Alangkah senangnya, sepertinya semua akan baik-baik saja.

Pembicaraan layaknya dua orang baru kenal pun terjadi. Saking asiknya ngobrol dan saking buru-burunya petugas bandara, dua koperku ternyata sudah diturunkan dari conveyor belt. Maksudnya tentu baik agar memudahkan aku tetapi karena aku tidak tahu, malah jadinya terlambat. Aku masih menunggu conveyor yang mulai kosong sementara dua koperku sudah nangkring di suatu pojok bandara. Agak terkejut, tetapi tidak apa, yang penting kedua tas sudah terselamatkan dengan baik.

Perjalanan pulang mengunakan mobil yang disetir Ibu Mala, sahabatnya Ibu Endang. Menarik juga, dijemput dua orang ibu-ibu memasuki kota New York. Diam-diam aku bergumam, selamat datang diriku. Selamat datang di New York setelah melewati jalan panjang yang tak tergantikan pengalamannya.

No comments: